Memang hidup seperti mawar. Kau harus rasakan duri untuk
menggapai bunganya, jika kau tak terkena duri maka takkan berharga mawar itu
bagimu, kau akan mudah melepasnya. Tanpa tahu apakah mawar lain akan seperti
itu juga, telanjang tanpa duri. Yah
duri, yang membuat mereka lebih dicari dan berharga. Sesungguhnya nilai dari
sesuatu dilihat dari seberapa sulit kita menggapainya. Dan dengan seperti itu,
kita menjadi lebih bisa menghargai hidup dan mensyukuri apa yang telah kita
dapat dengan berbagai macam perjuangannya. Bersemangatlah untuk menggapai
mawar, dan jangan pernah iri dengan mawar-mawar tetangga yang sangat mudah
digapai oleh yang menginginkannya. Sungguh mawar kita adalah yang paling
berharga, mawarku yang paling indah, dan mawarku adalah mawar yang penuh dengan
duri. Tapi lihat, walaupun aku menggapainya penuh dengan rasa takut dan rasa
sakit, aku bisa menggapainya.
Begitulah mawar kehidupan. Kini aku sedang menikmati
durinya. Doa kan aku agar tetap semangat menyambut duri-duri lainnya, dukung
aku untuk segera menggapainya, karena aku akan segera menggapainya.
Saat aku menunjuk mawar di kehidupanku, aku diarahkan
kekebun lain. Saat aku masih memandang mawarku, tanganku sibuk mencabut
duri-duri mawar kebunku kini. Ini bukan mawarku, ini hanyalah
mawar yang ada di
kebun yang Tuhan arahkan untukku. Mawarku ada disana.
Tapi ternyata semakin aku acuh pada mawar di kebunku kini,
duri-duri semakin banyak menyatroni kulitku, terasa semakin dalam mengikuti
aliran darahku. Sejenak aku palingkan wajah dari mawarku disana. Ternyata
duri-duri ini sangat mengganggu, aku terluka karenannya. Aku sibuk mencabut
duri tanpa memandang mawar itu. Dengan rasa kesal, aku mencabutnya dari
lenganku dengan berbagai sumpah serapah bahwa aku takkan lama menghadapimu
mawar jelek. Semakin aku menghina mawar kebun ini, semakin aku merasa sakit.
Tak lama aku memandang mawar kebun ini, ternyata cukup indah. Sejenak aku
memandang sekeliling kebun ini dengan seksama, ternyata banyak yang
menginginkan mawar yang menusukku ini, tapi sayang mereka tidak bisa, karena
mereka tak dapat sekopnya.
Tak terasa senyumku mengembang, aku merasa menang dari
mereka. Aku punya sekop, dan mereka tidak hahaha. Dan tanpa sadar, perasaan
menang ini adalah yang pertama dari perasaan kalah yang tak berkesudahan. Aku
menatap kosong, dan memikirkan sikapku selama ini. Tidakkah aku bersyukur
dengan sekop ini? Tidak bisakah aku hidup dengan berbekal sekop ini? Aku liat
mawar itu lagi dan ku lihat mawarku di taman sebelah. Mawarku memanglah indah,
tapi lihat sekopku bukanlah sekop untuk mengambilnya. Sekopku untuk mengambil
mawar yang kurasa indah di hadapanku ini.
Tak habis fikir. Betapa bodohnya aku selama ini. Kata Tuhan.
Mawar yang baik untukmu bukan yang itu, tapi yang ini. Cobalah untuk
memandangnya, kau akan lebih bahagia dengannya. Cobalah untuk menggapainya, aku
akan jadikan mawar yang ini seindah mawarmu yang di taman sana, bahkan lebih
indah dari mawarku yang kepunyaan orang lain. Kau tak usah menggapai mawar yang
jauh disana, cukup yang ada di hadapanmu. Aku yang menjamin semuanya, telah aku
titipkan bahagiamu di mawar ini. Biarlah mawarmu untuk mereka yang telah aku
tempatkan didalamnya. Aku bergetar menyadarinya. Tuhan sangatlah sayang padaku,
Ia buatku seperti ini hanya karena ia selipkan rahasia didalamnya. Maafkan aku
Tuhan yang tak menghargai mawar dihadapanku. Sungguh mawar dihadapanku adalah
mawar sejatiku, bukan hanyalah mawarku.